Selasa, 18 April 2017

KEBUDAYAAN SUKU JAWA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Adat istiadat adalah sebuah kebudayaan yang sudah menjadi tradisi pada setiap masyarakat yang sudah menjadi ketentuan daerah tersebut. Salah satu contoh sebuah adat istiadat yang masih dilakukan pada sebuah daerah, yaitu adat istiadat yang terjadi pada masyarakat suku Jawa Tengah.
Begitu luasnya daya imajinasi itu sehingga melahirkan banyak ragam tata upacara adat yang sarat dengan makna simbolik. Diantaranya yang menandai siklus kehidupan manusia sejak masa pra kelahiran. Dimulai disaat anak bayi yang akan lahir, ketika sudah siap menikah dan lainnya.
Salah satunya adalah upacara untuk memperingati usia kehamilan tujuh bulan yang biasa disebut mitoni. Pada saat seorang bayi itu lahir, maka akan diadakan selamatan, biasanya sering juga disebut dengan brokohan. Pada saat brokohan dilakukan, maka disediakan nasi tumpeng lengkap dengan sayur dan lauk pauknya. Pada saat seorang bayi berusia 35 hari, maka diadakan acara selametan selapanan, pada acara selapanan, rambut seorang bayi akan dipotong habis. Tujuannya agar rambut bayi tersebut akan tumbuh lebat.
Selain proses kelahiran, ada pula proses pernikahan dalam adat istiadat suku Jawa Tengah. Seperti proses pra nikah yang dilakukan dari pihak perempuan dan pihak laki-laki. Banyak pula yang dilakukan tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh kedua calon mempelai hingga akhirnya acara hari H-nya terlaksana.
Selain proses kelahiran dan pernikahan, dalam adat istiadat suku Jawa Tengah masih menyimpan dan memegang terus budaya yang dilakukan sampai saat ini yaitu proses kematian seseorang. Seseorang yang telah meninggal akan dilakukan proses pengiriman doa-doa kepada seseorang yang sudah meninggal.



1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat di rumuskan masalah sebagai berikut.
1.        Bagaimana proses kelahiran adat Jawa Tengah?
2.        Bagaimana proses pernikahan adat Jawa Tengah?
3.        Bagaimana proses kematian adat Jawa Tengah?
1.3    Manfaat
Adapun manfaat yang ingin di capai adalah :
1.        Mengetahui proses kelahiran adat Jawa Tengah.
2.        Mengetahui proses pernikahan Jawa Tengah.
3.        Mengetahui proses kematian adat Jawa Tengah.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Proses Adat tentang Kelahiran
Ada beberapa adat istiadat yang biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa Tengah.
Pada saat usia kehamilan 7 bulan, diadakan acara Nujuh Bulanan atau mitoni. Pada acara ini disiapkan sebuah kelapa gading dengan gambar wayang Dewa Kamajaya (jika laki-laki akan tampan seperti Dewa Kamajaya) dan Dewi Kamaratih (jika perempuan akan cantik seperti Dewi Kamaratih), gudangan (sayuran) yang dibumbui, lauk lainnya, serta rujak buah.
Ketika bayinya lahir, diadakan selamatan, yang dinamakan brokohan. Pada brokohan ini biasanya disediakan nasi tumpeng lengkap dengan sayur dan lauknya. Ketika bayi berusia 35 hari, diadakan acara slametan selapanan. Pada acara ini rambut sang bayi dipotong habis. Tujuannya agar rambut sang bayi tumbuh lebat.
Adat selanjutnya adalah tedak-siten. Adat ini dilakukan pada saat sang bayi berusia 245 hari. Ini adalah adat di mana sang bayi untuk pertama kalinya menginjakkan kaki ke atas tanah. Adat ini dilakukan ketika seorang bayi berusia 8 atau 9 bulan. Adat seperti ini yaitu dimana seorang bayi untuk pertama kalinya menginjak kakinya ke atas tanah. Dalam pelaksanaan tedak siten ini orang tua harus membantu dengan menuntun sang anak untuk berjalan diatas cobekan yang didalamnya berisi sesaji makanan sejenis dodol yang terbuat dari bahan beras ketan berwarna putih dan merah serta beras kuning. Setelah itu sang anak diturunkan ke atas tanah dengan dibimbing oleh orang tuanya. Kemudian ibu dan sang anak masuk di dalam kurungan anak, didalam kurungan tersebut tersedia berbagai mainan yang bisa dipilih oleh sang anak.
Setelah si anak berusia menjelang 8 tahun, namun masih belum mempunyai adik, maka dilakukan acara ruwatan. Ini dilakukan untuk menghindarkan bahaya. Ketika menjelang remaja, tiba waktunya sang anak ditetaki atau dikhitan.
Orang Jawa kuno sejak dulu terbiasa menghitung dan memperingati usianya dalam satuan windu atau setiap 8 tahun. Peristiwa ini dinamakan windon.
Banyak suku dan masyarakat yang terdapat Indonesia dengan begitu banyak adat istiadat yang terdapat didalamnya salah satunya adalah masyarakat Jawa Tengah. Adat atau kebiasaan yang sering dilakukan oleh masyarakat sekitar diantaranya adalah Upacara Tujuh bulanan pada kehamilan seorang calon ibu. Dalam bahasa jawa upacara ini di sebut mitoni, yang artinya suatu kegiatan yang dilakukan pada hitungan ke 7. Tujuan diselenggarakan upacara ini adalah agar bayi dan calon ibu diberi keselamatan sampai lahir nanti. Banyak tahap - tahap yang dilakukan diantaranya :
1.        Siraman atau mandi
Merupakan simbol upacara sebagai pernyataan tanda pembersihan diri baik fisik maupun jiwa. Pembersihan diri ini bertujuan membebaskan calon ibu dari dosa, sehingga jika calon ibu melahirkan nanti tidak punya beban moral sehingga proses kelahiran menjadi lancar. Upacara siraman ini dipimpin oleh anggota keluarga yang dianggap tertua. 
2.        Memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain calon ibu.
Dimasukkan telur ayam kampung oleh calon ayah, melalui bagian atas perut lalu telur dilepas sehingga pecah. Upacara ini dilakukan ditempat siraman sebagai  simbol dan harapan agar bayi lahir dengan mudah tanpa hambatan. Kalau telur pecah berarti diramalkan bayi lahir perempuan jika tidak pecah laki - laki.
3.        Memasukkan kelapa gading muda disebut juga brojolan.
Dimasukkan sepasang kelapa gading muda yang telah diberi gambar Dewa Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan Sembadra (ke 2 tokoh tersebut merupakan tokoh pewayangan ideal orang jawa, melambangkan kalau si bayi lahir akan cantik dan rupawan dan memiliki sifat seperti tokoh yang digambarkan. Dimasukkan ke dalam sarung dari atas perut calon ibu ke bawah. dimaksudkan dari upacara ini adalah kelak bayi lahir dengan mudah tanpa kesulitan. 
4.        Memutuskan lilitan benang 
Memutus lilitan benang yang dilingkarkan di perut calon ibu. Lilitan ini harus di putus oleh calon ayah dimaksudkan agar kelahirannya kelak akan lancar.
5.        Memecahkan periuk atau gayung
Memecahkan periuk atau gayung yang terbuat dari tempurung kelapa, menyimbolkan memberi doa agar kalau ibu nanti mengandung lagi kelahirannya juga tetap mudah.
6.        Minum jamu sorongan
Melambangkan agar anak yang di kandung akan mudah dilahirkan seperti didorong.
7.        Nyolong endog
Melambangkan agar kelahiran anak cepat dan lancar seperti pencuri membawa cepat curiannya.
8.        Ganti Baju
Ganti baju dilakukan oleh calon ibu sebanyak 7 kali dengan motif yang berbeda, dan calon ibu akan memakai baju terbaik agar kelak anak memiliki kebaikan - kebaikan  yang tersirat dalam lambang kain tersebut. Motif kain diantaranya :
a.       Sidomukti : melambangkan kebahagiaan.
b.      Sidoluhur : melambangkan kemuliaan.
c.       Truntum : melambangkan agar nilai - nilai kebaikan selalu dipegang teguh.
d.      ParangKusuma : melambangkan perjuangan untuk tetap hidup.
e.       Semen Rama : melambangkan agar cinta kedua orang tua tetap bertahan selamanya tidak terceraikan.
f.       Udan Riris : melambangkan harapan agar kehadiran anak yang akan lahir dalam masyarakat selalu menyenangkan.
g.      Cakar Ayam : melambangkan agar anak yang kelak akan lahir dapat hidup mandiri  dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
9.    Rujakan
Rasa rujak yang dibuat oleh calon ibu dapat menentukan jenis kelamin bayi yang akan dilahirkan. jika rujaknya pedas maka jenis kelamin bayi adalah perempuan, jika tidak laki - laki. kemudian para tamu di perbolehkan untuk membeli rujak dengan uang yang terbuat dari tanah liat.

2.2  Proses Adat tetang Pernikahan
Mengenai adat istiadat dalam budaya Jawa Tengah dalam melaksanakan upacara pernikahan. Sebelum upacara pernikahan dilakukan, harus ada prosesi yang dilakukan oleh pihak laki-laki maupun pihak perempuan. Adapun tata cara pernikahan adat Jawa adalah sebagai berikut:
1.        Tahap I (Tahap Pembicaraan)
Yaitu pembicaraan antara pihak keluarga calon pengantin laki-laki dengan pihak keluarga calon pengantin perempuan, mulai pembicaraan pertama sampai tingkat melamar dan menentukan hari pernikahan atau gethok dina.
2.        Tahap II (Tahap Kesaksian)
Tahap ini merupakan tahap peneguhan pembicaraan yang disaksikan oleh pihak ketiga, yaitu warga, kerabat atau para sesepuh yang ada disekeliling tempat tinggalnya melalui acara-acara sebagai berikut:
a.         Srah-srahan
Yaitu menyerahkan seperangkat perlengkapan untuk melancarkan pelaksanaan acara sampai dengan hajat berakhir. Ada beberapa simbol barang-barang yang mempunyai arti dan makna khusus seperti: cincin, seperangkat busana putri, makanan tradisional, buah-buahan, daun sirih, dan uang. Adapun makna dari simbol barang-barang itu adalah :
·         Cincin emas    
Cincin emas berbentuk bulat yang tiada putusnya. Hal itu mempunyai makna agar cinta mereka abadi tidak terputus sepanjang hidup.
·      Seperangkat busana putri
Barang ini mempunyai makna bahwa dimasing-masing pihak harus pandai menyimpan rahasia terhadap orang lain.
·      Perhiasan yang terbuat dari emas, intan, dan berlian
Mengandung makna agar calon pengantin putri selalu berusaha untuk tetap bersinar dan tidak membuat kecewa.
·         Makanan tradisional
Makanan tradisional ini terdiri dari jadah, wajik, dan jenang. Semua makanan tersebut terbuat dari beras ketan. Wujud beras ketan sebelum dimasak hambur, tetapi setelah dimasak akan menjadi lengket. Begitu juga harapan yang tersirat, semoga cinta kedua calon pengantin akan selalu lengket selama-lamanya.
·         Buah-buahan
Bermakna penuh harap agar cinta mereka menghasilkan buah kasih yang bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat.
·      Daun sirih
Muka dan punggung daun sirih mempunyai rupa yang berbeda. Tetapi kalau digigit akan sama rasanya. Jadi, daun sirih ini mempunyai makna satu hati, berbulat tekad tanpa harus mengorbankan perbedaan.
b.         Peningset
Peningset adalah lambang kuatnya pembicaraan untuk mewujudkan dua kesatuan yang ditandai dengan tukar cincin antara kedua calon pengantin.
c.         Asok tukon
Yaitu penyerahan dana berupa sejumlah uang untuk membantu meringankan keuangan kepada keluarga calon pengantin perempuan.
d.        Gethok dina
Menetapkan kepastian untuk pelaksanaan ijab qobul dan acara resepsi. Untuk mencari hari, tanggal, dan bulan biasanya dimantakan saran oleh orang yang ahli dalam perhitungan Jawa.
3.        Tahap III (Tahap Siaga)
Pada tahap ini, yang punya hajat akan mengundang para sesepuh ataupun sanak saudara untuk membentuk panitia guna melaksanakan kegiatan acara-acara sebelum pernikahan, acara pernikahan, dan sesudah acara pernikahan. Ada beberapa acara dalam tahap siaga ini, yaitu:
a.         Sedhahan
Yaitu acara mulai merakit hingga membagi undangan.
b.         Kumbakarna
Kumbakarna adalah pertemuaan membentuk panitia hajatan mantu, dengan cara:
·      Pemberitahuan dan permohonan bantuan kepada sanak saudara, keluarga, dan tetangga.
·      Adanya rincian program kerja untuk panitia dan para pelaksana.
·      Mencukupi segala kerepotan dan keperluan selama hajatan.
·      Pemberitahuan tentang pelaksanaan hajatanserta telah selesainya pembuatan undangan.
c.         Jenggolan atau jonggolan
Yaitu calon pengantin laki-laki melapor ke Kantor Urusan Agama (KUA). Tata cara ini sering disebut tandhakan atau tandhan. Artinya memberitahukan dan melapor kepada pencatatan sipil bahwa akan ada acara hajatan pernikahan yang dilanjutkan dengan pembekalan pernikahan.
4.        Tahap IV (Tahap Rangkaian Upacara)
Sebelum pada acara pernikahan biasanya ada beberapa tata cara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa pada umumnya, yaitu:
a.         Pasang bleketepe dan tarub
Biasanya sehari sebelum acara pernikahan, pintu gerbang di rumah calon pengantin perempuan dipasangi tarub dan bleketepe. Dan dibuat gapura yang dihiasi dengan tanaman dan dedaunan yang mempunyai makna simbolis. Di kiri dan kanan gapura dipasangi pohon pisang yang telang berbuah dan sudah matang. Hal itu mempunyai makna bahwa suami akan menjadi kepala keluarga ditengah kehidupan masyarakat. Seperti pohon pisang yang bisa tumbuh baik dimanapun dan rukun dengan lingkungannya. Sepasang tebu wulung, pohon tebu yang berwarna kemerahan merupakan simbol mantapnya kalbu, pasangan ini akan membina dengan sepenuh hati keluarga mereka kelak. Cengkir gadhing, buah kelapa kecil yang berwarna kuning ini mempunyai makna kencangnya atau kuatnya pikiran baik, sehingga pasangan ini sungguh-sungguh terikat dalam kehidupan bersama yang saling mencintai.
Berbagai macam dedaunan yang digunakan untuk menghiasi tarub adalah beringin, mojokoro, alang-alang, dadap srep. Itu semua merupakan harapan agar pasangan ini nantinya hidup dan tumbuh dalam keluarga yang selalu selamat dan sejahtera.
Selain pemasangan hiasan berupa tumbuhan dan dedaunan pada gapura tarub, anyaman daun kelapa yang biasa disebut bleketepe digantungkan pada gapura tarub. Hal ini memunyai makna untuk mengusir segala gangguan dan roh jahat serta menjadi pertanda bahwa di rumah ini ada acara perkawinan. Ada beberapa sesaji khusus sebelum pemasangan tarub dan bleketepe. Sesaji tersebut terdiri dari: nasi tumperng, bermacam-macam buah-buahan termasuk pisang dan kelapa, berbagai macam lauk pauk, kue, minuman, bunga, jamu, daging kerbau, gula kelapa dan sebuah lentera. Sesaji tersebut mempunyai makna agar mendapat berkah dari Tuhan dan restu dari para leluhur serta untuk menolak godaan dari para makhluk jahat. Sesaji biasanya diletakkan di tempa-tempat tertentu seperti: dapur, kamar mandi, pintu depan rumah, bawah tarub, jalan dekat rumah, dan lain-lain.
b.         Kembar mayang
Kembar mayang juga sering disebut dengan Kalpataru Dewandaru, sebagai lambang kebahagiaan dan keselamatan. Benda ini biasa dipasang di panti atau asasana wiwara yang digunakan dalam acara panebusing kembar mayang dan upacara panggih. Apabila acara sudah selesai, kembar mayang akan dibuang di perempatan jalan, sungai, atau laut agar kedua mempelai selalu ingat asal muasalnya.
c.         Pasang tuwuhan atau pasren
Tuwuhan atau tumbuh-tumbuhan dipasang dipasang di tempat duduk pengantin atau tempat pernikahan. Tuwuhan ini melambangkan isi alam semesta dan memiliki makna tersendiri dalam budaya Jawa.
Sebelum dimulainya acara pernikahan ada beberapa rangkaian upacara, yaitu sebagai berikut:
a.         Upacara siraman
Upacara siraman mengandung arti memandikan calon pengantin yang disertai dengan niat membersihkan diri agar menjadi bersih dan suci lahir serta batinnya. Calon pengantin perempuan dimandikan di rumah orang tuanya, dan calon pengantin laki-laki juga dimandikan di rumah orang tuanya. Ada beberapa sesaji yang diperlukan dalam upacara siraman ini, yaitu: ayam panggang bumbu ketumbar dan bawang, dua buah kelapa yang baru tumbuh, tumpeng robyong, dan jajanan pasar.



Ada beberapa langkah dalam pelaksanaan upacara siraman, yaitu:
·      Persiapan tempat untuk upacara siraman
·      Daftar orang yang ikut memandikan. Selain kedua orang tuanya, ada orang lain yang juga ikut memandikan. Biasanya adalah orang yang sudah sepuh, mempunyai anak cucu, dan reputasi kehidupan yang baik.
·      Menyiapkan barang yang diperlukan dalam upacara.
·      Sesaji untuk upacara siraman, salah satunya seekor ayam jago.
·      Pihak keluarga pengantin perempuan mengantarkan sebaskom air kepada pihak keluarga pengantin laki-laki. Air itu disebut sebai air suci perwitosari, yang artinya sari kehidupan. Air tersebut dicampur dengan berbagai macam bunga dan ditaruh di wadah yang bagus. Air suci perwitosari ini sebagai campuran untuk memandikan calon pengantin laki-laki.
·      Pihak terakhir yang memandikan calon pengantin adalah pamaes, yang menyirami calon pengantin dengan air dari sebuah kendi. Ketika air dalam kendi itu sudah habis, maka sesepuh yang telah ditunjuk akan memecahkan kendinya dan berkata “wis pecah pamore”. Artinya calon pengantin yang cantik atau gagah sudah siap untuk menikah.
b.         Adol dhawet
Setelah selesai upacara siraman, maka segera dilakukan penjualan dawet. Yang menjadi penjual adalah ibu dari calon pengantin peermpuan yang dipayungi oleh ayah calon pengantin perempuan. Kemudian yang menjadi pembeli adalah para tamu yang hadir, dengan menggunakan pecahan genting sebagai uangnya.
c.         Paes
Paes adalah upacara menghilangkan rambut halus di sekitar dahi agar tampak bersih dan wajahnya bercahaya, kemudian merias calon pengantin. Paes ini menyimbolkan harapan kedudukan yang luhur diapit lambing bapak ibu serta keturunan. Dalam upacara paes juga ada sesajinya, yaitu sama dengan sesaji pada upacara siraman.

d.        Upacara midodareni
Upacara ini berarti menjadikan calon pengantin perempuan secantik Dewi Widodari. Dalam upacara ini, orang tua pengantin perempuan akan memberi anaknya makan untuk terakhir kalinya, karena mulai besok dia akan menjadi tanggungjawab suaminya. Ada sesaji khusus dalam upacara midodareni, yaitu pisang raja yang bagus berjumlah genap satu tangkep, seikat daun sirih yang bagus, jajanan pasar lengkap, bunga setaman atau kembang telon, nasi gurih, ingkung ayam jantan lengkap dengan jeroannya, sambel goreng, lalapan (timun dan kemangi). Khusus intuk pengantin perempuan dibuat pindang antep, yaitu jeroan ayam dibumbu pindang dan dimakan dengan nasi gurih setelah pukul 12 malam.
e.         Nyanti atau nyantrik
Nyantrik adalah upacara penyerahan dan penerimaan yang ditandai dengan datangnya calon pengantin laki-laki beserta pengiringnya. Jika acara ijab dilakukan besok, maka acara ini dimanfaatkan untuk bertemu dan berkenalan dengan sanak saudara terdekatdi tempat mempelai laki-laki. Apabila ada kakak perempuan yang dilangkahi, maka acara penting lainnya adalah pemberian restu dan hadiah sesuai dengan kemampuan mempelai sebagai plangkahan.
5.        Tahap V (Tahap puncak dari rangkaian acara dan merupakan inti acara)
a.         Upacara ijab
Sebagai prosesi pertama pada acara ini adalah pelaksanaan ijab yang melibatkan pihak penghulu dari KUA. Setelah acara ini berjalan dengan lancar dan dianggap sah, maka kedua mempelai resmi menjadi suami istri.
b. Upacara panggih
Setelah upacara ijab selasai, kemudian dilanjutkan dengan upacara panggih yang meliputi:
·      Liron kembar mayang atau saling menukar kembar mayang dengan makna dan tujuan bersatu cipta, rasa, dan karsa demi kebahagiaan dan keselamatan.
·      Gantal atau lempar sirih, mempunyai makna agar semua godaan hilang karena lemparan itu.
·      Ngidak endhog atau pengantin laki-laki menginjak telur ayam kemudian dibersihkan atau dicuci kakinya oleh pengantin perempuan, hal itu mempunyai makna bahawa seksual kedua mempelai sudah pecah pamornya.
·      Minum air kelapa yang menjadi lambang air suci, air hidup, air mani dan dilanjutkan dengan dikepyok bunga warna warni dengan harapan keluarga mereka dapat berkembang segala-galanya dan bahagia lahir batin.
·      Sindur, yaitu menyampirkan kain (sindur) ke pundak pengantin dan menuntun pasangan pengantin ke kursi pelaminan dengan harapan keduanya pantang menyerah dan siap menghadapi tantangan hidup.
·      Setelah upacara panggih, kedua mempelai diantar duduk ke sasana rinengga. Kemudian acarapun dilanjutkan.
·      Timbangan yaitu kedua mempelai duduk di pangkuan ayah pengantin perempuan sebagai simboh bahwa sang ayah mengukur keseimbangan masing-masing pengantin.
·      Kacar kucur, dijalankan dengan cara pengantin laki-laki mengucurkan penghasilan kepada pengantin perempuan berupa uang receh beserta kelengkapannya. Hal itu mempunyai makna bahwa sang laki-laki bertanggung jawab memberi nafkah kepada keluarga.
·      Dulangan, kedua mempelai saling menyuapi. Hal itu mengandung laku perpaduan kasih pasangan laki-laki dan perempuan, sebagai simbol seksual. Namun, ada juga yang memaknai lain, yaitu tutur adilinuwih atau seribu nasihat yang adiluhung yang dilambangkan dengan sembilan tumpeng.
d.        Upacara bubak kawak
Upacara ini khusus dilakukan untuk keluarga yang baru pertama kali menikahkan anak perempuan sulungnya.ditandai dengan membagi-bagikan harta benda berupa uang receh, beras kuning, umbi-umbian, dan lain-lain.


e.         Tumplak punjen
Numplak berarti menumpahkan, sedangkan punjen berarti berbeda beban di atas bahu. Jadi, makna dari tumplak punjen adalah lepas sudah darma orang tua kepada anaknya. Tata cara ini dilakukan pada keluarga yang tidak akan bermenantu lagi atau semua anaknya sudah menikah.
f.          Sungkeman
Sungkeman dilakukan sebagai ungkapan bakti kepada orang tua sekaligus meminta doa restu.
g.         Kirab
Kirab adalah istilah yang digunakan untuk pengantin yang meninggalkan tempat duduknya untuk berganti busana.

2.3 Proses Adat Kematian
1.    Brobosan
Salah satu upacara tradisional dalam adat istiadat kematian jawa adalah upacara Brobosan. Upacara Brobosan ini bertujuan untuk menunjukkan penghormatan dari sanak keluarga kepada orang tua dan leluhur mereka yang telah meninggal dunia. Upacara Brobosan diselenggarakan di halaman rumah orang yang meninggal, sebelum dimakamkan, dan dipimpin oleh anggota keluarga yang paling tua. Tradisi Brobosan dilangsungkan secara berurutan sebagai berikut:
a.         Peti mati dibawa keluar menuju ke halaman rumah dan dijunjung tinggi ke atas setelah upacara doa kematian selesai.
b.         Anak laki-laki tertua, anak perempuan, cucu laki-laki dan cucu perempuan, berjalan berurutan melewati peti mati yang berada di atas mereka (mrobos) selama tiga kali dan searah jarum jam.
c.         Urutan selalu diawali dari anak laki-laki tertua dan keluarga inti berada di urutan pertama, anak yang lebih muda beserta keluarganya mengikuti di belakang.
2.        Nelung Dina
Adalah upacara doa atau tahlilan yang diselenggarakan pada ke-tiga hari dari hari kematian. Dilaksanakan secara individu atau berkelompok untuk memperingati kematian seseorang. Setelah tahlilan biasanya diadakan acara makan bersama yang telah disediakan oleh tuan rumah. Kadang-kadang, sebelum atau sesudah selaatan dilaksanakan, sanak keluarga dapat mengunjungi makam saudara mereka.
3.        Mitung Dina
Diselenggarakan pada hari ke-tujuh dari hari kematian.
4.        Matang Puluh
Diselenggarakan pada hari ke-empat puluh dari hari kematian, dan
5.        Nyatus Dina
Diselenggarakan pada hari ke-seratus dari hari kematian.
6.        Kematian Mendhak
Upacara tradisional ini dilaksanakan tiga kali dalam seribu hari setelah hari kematian: pertama disebut Mendhak Pisan, upacara untuk memperingati satu tahun kematian (365 hari); kedua disebut Mendhak Pindho sebagai upacara peringatan dua tahun kematian; ketiga disebut sebagai Mendhak Telu atau Pungkasan atau Nyewu Dina, yang dilaksanakan pada hari ke seribu setelah kematian. Menurut kepercayaan Jawa, setelah satu tahun kematian, arwah dari saudara yang diperingati kematiannya tersebut telah memasuki dunia abadi untuk selamanya. Menurut kepercayaan juga, untuk memasuki dunia abadi tersebut, arwah harus melalui jalan yang sangat panjang; oleh karena itu penting sekali diadakannya beberapa upacara untuk menemani perjalanan sang arwah.
7.        Upacara nyewu dina 
Inti dari upacara ini memohon pengampunan kepada Tuhan. Perlengkapan upacara: – Golongan bangsawan: takir pentang yang berisi lauk, nasi asahan, ketan kolak, apem, bunga telon ditempatkan distoples dan diberi air, memotong kambing, dara/merpati, bebek/itik, dan pelepasan burung merpati. – Golongan rakyat biasa: nasi ambengan, nasi gurih, ketan kolak, apem, ingkung ayam, nasi golong dan bunga yang dimasukan dalam lodong serta kemenyan.Upacara tersebut diadakan setelah maghrib dan diikuti oleh keluarga, ulama, tetangga dan relasi.


BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai tradisi adat istiadat suku Jawa Tengah dapat disimpulkan bahwa:
1.        Proses kelahiran dari adat Jawa Tengah sebagai berikut.
a)         Tujuh bulanan
b)        Selamatan saat bayi lahir (brokohan)
c)         Tedak-sinten
2.        Proses pernikaan dari adat Jawa Tengah sebagai berikut.
a)         Tahap pembicaraan
b)        Tahap kesaksian, meliputi: srah-srahan, peningset, asok tukon, gethok dina
c)    Tahap siaga, meliputi: sedhahan,kumbakarna, jenggolan/jonggolan
d) i Tahap rangkaian upacara, meliputi: pasang tarub, kembar mayang, pasren tuwuhan.Yang diawali dengan: upacara siraman, adol dhawet, upacara midodareni, nyantri.
 e) Tahap inti acara, meliputi: upacara ijab, panggin, bubak kawak, tumplak punjen, sungkeman, kirab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar