BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Adat istiadat adalah sebuah kebudayaan yang
sudah menjadi tradisi pada setiap masyarakat yang sudah menjadi ketentuan
daerah tersebut. Salah satu contoh sebuah adat istiadat yang masih dilakukan
pada sebuah daerah, yaitu adat istiadat yang terjadi pada masyarakat suku Jawa
Tengah.
Begitu luasnya daya imajinasi itu sehingga
melahirkan banyak ragam tata upacara adat yang sarat dengan makna simbolik. Diantaranya
yang menandai siklus kehidupan manusia sejak masa pra kelahiran. Dimulai disaat
anak bayi yang akan lahir, ketika sudah siap menikah dan lainnya.
Salah satunya adalah upacara untuk
memperingati usia kehamilan tujuh bulan yang biasa disebut mitoni. Pada saat seorang bayi itu lahir, maka akan diadakan selamatan,
biasanya sering juga disebut dengan brokohan.
Pada saat brokohan dilakukan, maka
disediakan nasi tumpeng lengkap dengan sayur dan lauk pauknya. Pada saat
seorang bayi berusia 35 hari, maka diadakan acara selametan selapanan, pada
acara selapanan, rambut seorang bayi akan dipotong habis. Tujuannya agar rambut
bayi tersebut akan tumbuh lebat.
Selain proses kelahiran, ada pula proses
pernikahan dalam adat istiadat suku Jawa Tengah. Seperti proses pra nikah yang
dilakukan dari pihak perempuan dan pihak laki-laki. Banyak pula yang dilakukan
tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh kedua calon mempelai hingga akhirnya
acara hari H-nya terlaksana.
Selain
proses kelahiran dan pernikahan, dalam adat istiadat suku Jawa Tengah masih
menyimpan dan memegang terus budaya yang dilakukan sampai saat ini yaitu proses
kematian seseorang. Seseorang yang telah meninggal akan dilakukan proses
pengiriman doa-doa kepada seseorang yang sudah meninggal.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat di
rumuskan masalah sebagai berikut.
1.
Bagaimana proses kelahiran adat Jawa Tengah?
2.
Bagaimana proses pernikahan adat Jawa Tengah?
3.
Bagaimana proses kematian adat Jawa Tengah?
1.3
Manfaat
Adapun manfaat yang ingin di capai adalah :
1.
Mengetahui proses kelahiran adat Jawa Tengah.
2.
Mengetahui proses pernikahan Jawa Tengah.
3.
Mengetahui proses kematian adat Jawa Tengah.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Proses Adat tentang Kelahiran
Ada beberapa adat
istiadat yang biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa Tengah.
Pada saat usia kehamilan 7 bulan,
diadakan acara Nujuh Bulanan atau mitoni.
Pada acara ini disiapkan sebuah kelapa gading dengan gambar wayang Dewa
Kamajaya (jika laki-laki akan tampan seperti Dewa Kamajaya) dan Dewi Kamaratih
(jika perempuan akan cantik seperti Dewi Kamaratih), gudangan (sayuran) yang
dibumbui, lauk lainnya, serta rujak buah.
Ketika bayinya lahir, diadakan selamatan,
yang dinamakan brokohan. Pada brokohan ini biasanya disediakan nasi
tumpeng lengkap dengan sayur dan lauknya. Ketika bayi berusia 35 hari, diadakan
acara slametan selapanan. Pada acara
ini rambut sang bayi dipotong
habis. Tujuannya agar rambut sang bayi tumbuh lebat.
Adat selanjutnya adalah tedak-siten. Adat ini dilakukan pada saat sang bayi berusia 245
hari. Ini adalah adat di mana sang bayi untuk pertama kalinya menginjakkan kaki
ke atas tanah. Adat
ini dilakukan ketika seorang bayi berusia 8 atau 9 bulan. Adat seperti ini
yaitu dimana seorang bayi untuk pertama kalinya menginjak kakinya ke atas
tanah. Dalam pelaksanaan tedak siten
ini orang tua harus membantu dengan menuntun sang anak untuk berjalan diatas
cobekan yang didalamnya berisi sesaji makanan sejenis dodol yang terbuat dari
bahan beras ketan berwarna putih dan merah serta beras kuning. Setelah itu sang
anak diturunkan ke atas tanah dengan dibimbing oleh orang tuanya. Kemudian ibu
dan sang anak masuk di dalam kurungan anak, didalam kurungan tersebut tersedia
berbagai mainan yang bisa dipilih oleh sang anak.
Setelah si anak berusia menjelang 8 tahun, namun masih
belum mempunyai
adik, maka dilakukan acara ruwatan. Ini dilakukan untuk menghindarkan bahaya.
Ketika menjelang remaja, tiba waktunya sang anak ditetaki atau dikhitan.
Orang Jawa kuno sejak dulu
terbiasa menghitung dan memperingati usianya dalam satuan windu atau setiap 8
tahun. Peristiwa ini dinamakan windon.
Banyak suku dan
masyarakat yang terdapat Indonesia dengan begitu banyak adat istiadat yang
terdapat didalamnya salah satunya adalah masyarakat Jawa Tengah. Adat atau
kebiasaan yang sering dilakukan oleh masyarakat sekitar diantaranya adalah Upacara
Tujuh bulanan pada kehamilan seorang calon ibu. Dalam bahasa jawa upacara ini
di sebut mitoni, yang artinya suatu
kegiatan yang dilakukan pada hitungan ke 7. Tujuan diselenggarakan upacara ini
adalah agar bayi dan calon ibu diberi keselamatan sampai lahir nanti. Banyak
tahap - tahap yang dilakukan diantaranya :
1.
Siraman atau mandi
Merupakan simbol
upacara sebagai pernyataan tanda pembersihan diri baik fisik maupun jiwa. Pembersihan diri ini
bertujuan membebaskan calon ibu dari dosa, sehingga
jika calon ibu melahirkan nanti tidak punya beban moral sehingga proses kelahiran menjadi lancar. Upacara
siraman ini dipimpin oleh anggota keluarga yang dianggap tertua.
2.
Memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain
calon ibu.
Dimasukkan telur
ayam kampung oleh calon ayah, melalui bagian atas perut lalu telur dilepas sehingga pecah. Upacara ini
dilakukan ditempat siraman sebagai
simbol dan harapan agar bayi lahir dengan mudah tanpa hambatan. Kalau telur
pecah berarti diramalkan bayi
lahir perempuan jika tidak pecah laki - laki.
3.
Memasukkan kelapa gading muda disebut juga brojolan.
Dimasukkan sepasang
kelapa gading muda yang telah diberi
gambar Dewa Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan Sembadra (ke 2 tokoh tersebut merupakan tokoh pewayangan ideal orang
jawa, melambangkan kalau si bayi lahir akan cantik
dan rupawan dan memiliki sifat seperti tokoh yang digambarkan. Dimasukkan ke dalam sarung dari atas perut calon
ibu ke bawah. dimaksudkan dari upacara ini adalah
kelak bayi lahir dengan mudah tanpa kesulitan.
4.
Memutuskan lilitan benang
Memutus lilitan
benang yang dilingkarkan di perut calon ibu. Lilitan ini harus di putus oleh calon ayah dimaksudkan
agar kelahirannya kelak akan lancar.
5.
Memecahkan periuk atau gayung
Memecahkan periuk
atau gayung yang terbuat dari tempurung kelapa, menyimbolkan memberi doa agar kalau ibu nanti
mengandung lagi kelahirannya juga tetap mudah.
6.
Minum jamu sorongan
Melambangkan agar
anak yang di kandung akan mudah dilahirkan seperti didorong.
7.
Nyolong
endog
Melambangkan agar
kelahiran anak cepat dan lancar seperti pencuri membawa cepat curiannya.
8.
Ganti Baju
Ganti baju
dilakukan oleh calon ibu sebanyak 7 kali dengan motif yang berbeda, dan calon ibu akan memakai baju terbaik
agar kelak anak memiliki kebaikan - kebaikan
yang tersirat dalam lambang kain tersebut. Motif kain diantaranya :
a.
Sidomukti : melambangkan kebahagiaan.
b.
Sidoluhur : melambangkan kemuliaan.
c.
Truntum : melambangkan agar nilai - nilai
kebaikan selalu dipegang teguh.
d.
ParangKusuma : melambangkan perjuangan untuk
tetap hidup.
e.
Semen Rama : melambangkan agar cinta kedua
orang tua tetap bertahan selamanya tidak
terceraikan.
f.
Udan Riris : melambangkan harapan agar
kehadiran anak yang akan lahir dalam masyarakat
selalu menyenangkan.
g.
Cakar Ayam : melambangkan agar anak yang
kelak akan lahir dapat hidup mandiri
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
9. Rujakan
Rasa rujak yang
dibuat oleh calon ibu dapat menentukan jenis kelamin bayi yang akan dilahirkan. jika rujaknya pedas
maka jenis kelamin bayi adalah perempuan, jika
tidak laki - laki. kemudian para tamu di perbolehkan untuk membeli rujak dengan uang yang terbuat dari tanah
liat.
2.2 Proses Adat tetang Pernikahan
Mengenai adat istiadat dalam budaya Jawa
Tengah dalam melaksanakan upacara pernikahan. Sebelum upacara pernikahan
dilakukan, harus ada prosesi yang dilakukan oleh pihak laki-laki maupun pihak
perempuan. Adapun tata cara pernikahan adat Jawa adalah sebagai berikut:
1.
Tahap I (Tahap Pembicaraan)
Yaitu pembicaraan antara pihak keluarga calon
pengantin laki-laki dengan pihak keluarga calon pengantin perempuan, mulai
pembicaraan pertama sampai tingkat melamar dan menentukan hari pernikahan atau gethok dina.
2.
Tahap II (Tahap Kesaksian)
Tahap
ini merupakan tahap peneguhan pembicaraan yang disaksikan oleh pihak ketiga,
yaitu warga, kerabat atau para sesepuh yang ada disekeliling tempat tinggalnya
melalui acara-acara sebagai berikut:
a.
Srah-srahan
Yaitu menyerahkan seperangkat perlengkapan
untuk melancarkan pelaksanaan acara sampai dengan hajat berakhir. Ada beberapa
simbol barang-barang yang mempunyai arti dan makna khusus seperti: cincin,
seperangkat busana putri, makanan tradisional, buah-buahan, daun sirih, dan
uang. Adapun makna dari simbol barang-barang itu adalah :
·
Cincin emas
Cincin emas berbentuk bulat yang tiada
putusnya. Hal itu mempunyai makna agar cinta mereka abadi tidak terputus
sepanjang hidup.
· Seperangkat busana putri
Barang ini mempunyai makna bahwa
dimasing-masing pihak harus pandai menyimpan rahasia terhadap orang lain.
· Perhiasan yang terbuat dari emas, intan, dan
berlian
Mengandung makna agar calon pengantin putri
selalu berusaha untuk tetap bersinar dan tidak membuat kecewa.
·
Makanan tradisional
Makanan tradisional ini terdiri dari jadah,
wajik, dan jenang. Semua makanan tersebut terbuat dari beras ketan. Wujud beras
ketan sebelum dimasak hambur, tetapi setelah dimasak akan menjadi lengket.
Begitu juga harapan yang tersirat, semoga cinta kedua calon pengantin akan
selalu lengket selama-lamanya.
·
Buah-buahan
Bermakna penuh harap agar cinta mereka
menghasilkan buah kasih yang bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat.
· Daun sirih
Muka dan punggung daun sirih mempunyai rupa
yang berbeda. Tetapi kalau digigit akan sama rasanya. Jadi, daun sirih ini
mempunyai makna satu hati, berbulat tekad tanpa harus mengorbankan perbedaan.
b.
Peningset
Peningset
adalah lambang kuatnya pembicaraan untuk mewujudkan dua kesatuan yang ditandai
dengan tukar cincin antara kedua calon pengantin.
c.
Asok tukon
Yaitu penyerahan dana berupa sejumlah uang
untuk membantu meringankan keuangan kepada keluarga calon pengantin perempuan.
d.
Gethok dina
Menetapkan kepastian untuk pelaksanaan ijab
qobul dan acara resepsi. Untuk mencari hari, tanggal, dan bulan biasanya
dimantakan saran oleh orang yang ahli dalam perhitungan Jawa.
3.
Tahap III (Tahap Siaga)
Pada tahap ini, yang punya hajat akan
mengundang para sesepuh ataupun sanak saudara untuk membentuk panitia guna
melaksanakan kegiatan acara-acara sebelum pernikahan, acara pernikahan, dan
sesudah acara pernikahan. Ada beberapa acara dalam tahap siaga ini, yaitu:
a.
Sedhahan
Yaitu acara mulai merakit hingga membagi
undangan.
b.
Kumbakarna
Kumbakarna
adalah pertemuaan membentuk panitia hajatan mantu, dengan cara:
· Pemberitahuan dan permohonan bantuan kepada
sanak saudara, keluarga, dan tetangga.
· Adanya rincian program kerja untuk panitia
dan para pelaksana.
· Mencukupi segala kerepotan dan keperluan
selama hajatan.
· Pemberitahuan tentang pelaksanaan
hajatanserta telah selesainya pembuatan undangan.
c.
Jenggolan atau
jonggolan
Yaitu calon pengantin laki-laki melapor ke Kantor
Urusan Agama (KUA). Tata cara ini sering disebut tandhakan atau tandhan.
Artinya memberitahukan dan melapor kepada pencatatan sipil bahwa akan ada acara
hajatan pernikahan yang dilanjutkan dengan pembekalan pernikahan.
4.
Tahap IV (Tahap Rangkaian Upacara)
Sebelum pada acara pernikahan biasanya ada
beberapa tata cara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa pada umumnya, yaitu:
a.
Pasang bleketepe dan tarub
Biasanya sehari sebelum acara pernikahan,
pintu gerbang di rumah calon pengantin perempuan dipasangi tarub dan bleketepe. Dan dibuat
gapura yang dihiasi dengan tanaman dan dedaunan yang mempunyai makna simbolis. Di
kiri dan kanan gapura dipasangi pohon pisang yang telang berbuah dan sudah
matang. Hal itu mempunyai makna bahwa suami akan menjadi kepala keluarga
ditengah kehidupan masyarakat. Seperti pohon pisang yang bisa tumbuh baik
dimanapun dan rukun dengan lingkungannya. Sepasang tebu wulung, pohon tebu yang
berwarna kemerahan merupakan simbol mantapnya kalbu, pasangan ini akan membina
dengan sepenuh hati keluarga mereka kelak. Cengkir gadhing, buah kelapa kecil
yang berwarna kuning ini mempunyai makna kencangnya atau kuatnya pikiran baik,
sehingga pasangan ini sungguh-sungguh terikat dalam kehidupan bersama yang
saling mencintai.
Berbagai macam dedaunan yang digunakan untuk
menghiasi tarub adalah beringin,
mojokoro, alang-alang, dadap srep. Itu semua merupakan harapan agar pasangan
ini nantinya hidup dan tumbuh dalam keluarga yang selalu selamat dan sejahtera.
Selain pemasangan hiasan berupa tumbuhan dan
dedaunan pada gapura tarub, anyaman daun kelapa yang biasa disebut bleketepe digantungkan pada gapura tarub. Hal ini memunyai makna untuk
mengusir segala gangguan dan roh jahat serta menjadi pertanda bahwa di rumah
ini ada acara perkawinan. Ada beberapa sesaji khusus sebelum pemasangan tarub dan bleketepe. Sesaji tersebut terdiri dari: nasi tumperng,
bermacam-macam buah-buahan termasuk pisang dan kelapa, berbagai macam lauk
pauk, kue, minuman, bunga, jamu, daging kerbau, gula kelapa dan sebuah lentera.
Sesaji tersebut mempunyai makna agar mendapat berkah dari Tuhan dan restu dari
para leluhur serta untuk menolak godaan dari para makhluk jahat. Sesaji
biasanya diletakkan di tempa-tempat tertentu seperti: dapur, kamar mandi, pintu
depan rumah, bawah tarub, jalan dekat rumah, dan lain-lain.
b.
Kembar mayang
Kembar mayang juga sering disebut dengan
Kalpataru Dewandaru, sebagai lambang kebahagiaan dan keselamatan. Benda ini
biasa dipasang di panti atau asasana wiwara yang digunakan dalam acara
panebusing kembar mayang dan upacara panggih. Apabila acara sudah selesai,
kembar mayang akan dibuang di perempatan jalan, sungai, atau laut agar kedua
mempelai selalu ingat asal muasalnya.
c.
Pasang tuwuhan atau pasren
Tuwuhan
atau tumbuh-tumbuhan dipasang dipasang di tempat duduk pengantin atau tempat pernikahan.
Tuwuhan ini melambangkan isi alam semesta dan memiliki makna tersendiri dalam
budaya Jawa.
Sebelum dimulainya acara pernikahan ada
beberapa rangkaian upacara, yaitu sebagai berikut:
a.
Upacara siraman
Upacara siraman mengandung arti memandikan
calon pengantin yang disertai dengan niat membersihkan diri agar menjadi bersih
dan suci lahir serta batinnya. Calon pengantin perempuan dimandikan di rumah
orang tuanya, dan calon pengantin laki-laki juga dimandikan di rumah orang
tuanya. Ada beberapa sesaji yang diperlukan dalam upacara siraman ini, yaitu:
ayam panggang bumbu ketumbar dan bawang, dua buah kelapa yang baru tumbuh, tumpeng
robyong, dan jajanan pasar.
Ada beberapa langkah dalam pelaksanaan
upacara siraman, yaitu:
· Persiapan tempat untuk upacara siraman
· Daftar orang yang ikut memandikan. Selain
kedua orang tuanya, ada orang lain yang juga ikut memandikan. Biasanya adalah
orang yang sudah sepuh, mempunyai anak cucu, dan reputasi kehidupan yang baik.
· Menyiapkan barang yang diperlukan dalam upacara.
· Sesaji untuk upacara siraman, salah satunya
seekor ayam jago.
· Pihak keluarga pengantin perempuan
mengantarkan sebaskom air kepada pihak keluarga pengantin laki-laki. Air itu
disebut sebai air suci perwitosari,
yang artinya sari kehidupan. Air tersebut dicampur dengan berbagai macam bunga
dan ditaruh di wadah yang bagus. Air suci perwitosari
ini sebagai campuran untuk memandikan calon pengantin laki-laki.
· Pihak terakhir yang memandikan calon
pengantin adalah pamaes, yang
menyirami calon pengantin dengan air dari sebuah kendi. Ketika air dalam kendi
itu sudah habis, maka sesepuh yang telah ditunjuk akan memecahkan kendinya dan
berkata “wis pecah pamore”. Artinya
calon pengantin yang cantik atau gagah sudah siap untuk menikah.
b.
Adol dhawet
Setelah selesai upacara siraman, maka segera
dilakukan penjualan dawet. Yang menjadi penjual adalah ibu dari calon pengantin
peermpuan yang dipayungi oleh ayah calon pengantin perempuan. Kemudian yang
menjadi pembeli adalah para tamu yang hadir, dengan menggunakan pecahan genting
sebagai uangnya.
c.
Paes
Paes adalah
upacara menghilangkan rambut halus di sekitar dahi agar tampak bersih dan
wajahnya bercahaya, kemudian merias calon pengantin. Paes ini menyimbolkan harapan kedudukan yang luhur diapit lambing
bapak ibu serta keturunan. Dalam upacara paes juga ada sesajinya, yaitu sama
dengan sesaji pada upacara siraman.
d.
Upacara midodareni
Upacara ini berarti menjadikan calon
pengantin perempuan secantik Dewi Widodari. Dalam upacara ini, orang tua
pengantin perempuan akan memberi anaknya makan untuk terakhir kalinya, karena
mulai besok dia akan menjadi tanggungjawab suaminya. Ada sesaji khusus dalam
upacara midodareni, yaitu pisang raja yang bagus berjumlah genap satu tangkep,
seikat daun sirih yang bagus, jajanan pasar lengkap, bunga setaman atau kembang
telon, nasi gurih, ingkung ayam jantan lengkap dengan jeroannya, sambel goreng,
lalapan (timun dan kemangi). Khusus intuk pengantin perempuan dibuat pindang
antep, yaitu jeroan ayam dibumbu pindang dan dimakan dengan nasi gurih setelah
pukul 12 malam.
e.
Nyanti atau nyantrik
Nyantrik adalah upacara penyerahan dan
penerimaan yang ditandai dengan datangnya calon pengantin laki-laki beserta
pengiringnya. Jika acara ijab dilakukan besok, maka acara ini dimanfaatkan
untuk bertemu dan berkenalan dengan sanak saudara terdekatdi tempat mempelai
laki-laki. Apabila ada kakak perempuan yang dilangkahi, maka acara penting
lainnya adalah pemberian restu dan hadiah sesuai dengan kemampuan mempelai sebagai
plangkahan.
5.
Tahap V (Tahap puncak dari rangkaian acara dan merupakan inti acara)
a.
Upacara ijab
Sebagai prosesi pertama pada acara ini adalah
pelaksanaan ijab yang melibatkan pihak penghulu dari KUA. Setelah acara ini
berjalan dengan lancar dan dianggap sah, maka kedua mempelai resmi menjadi
suami istri.
b. Upacara panggih
Setelah upacara ijab selasai, kemudian
dilanjutkan dengan upacara panggih yang meliputi:
· Liron kembar mayang atau saling menukar
kembar mayang dengan makna dan tujuan bersatu cipta, rasa, dan karsa demi
kebahagiaan dan keselamatan.
· Gantal atau lempar sirih, mempunyai makna
agar semua godaan hilang karena lemparan itu.
· Ngidak endhog atau pengantin laki-laki menginjak telur ayam kemudian dibersihkan atau
dicuci kakinya oleh pengantin perempuan, hal itu mempunyai makna bahawa seksual
kedua mempelai sudah pecah pamornya.
· Minum air kelapa yang menjadi lambang air
suci, air hidup, air mani dan dilanjutkan dengan dikepyok bunga warna warni
dengan harapan keluarga mereka dapat berkembang segala-galanya dan bahagia
lahir batin.
· Sindur, yaitu menyampirkan kain (sindur) ke pundak pengantin dan menuntun
pasangan pengantin ke kursi pelaminan dengan harapan keduanya pantang menyerah
dan siap menghadapi tantangan hidup.
· Setelah upacara panggih, kedua mempelai
diantar duduk ke sasana rinengga.
Kemudian acarapun dilanjutkan.
· Timbangan yaitu kedua mempelai duduk di
pangkuan ayah pengantin perempuan sebagai simboh bahwa sang ayah mengukur
keseimbangan masing-masing pengantin.
· Kacar kucur, dijalankan dengan cara pengantin
laki-laki mengucurkan penghasilan kepada pengantin perempuan berupa uang receh
beserta kelengkapannya. Hal itu mempunyai makna bahwa sang laki-laki
bertanggung jawab memberi nafkah kepada keluarga.
· Dulangan, kedua mempelai saling menyuapi. Hal
itu mengandung laku perpaduan kasih pasangan laki-laki dan perempuan, sebagai
simbol seksual. Namun, ada juga yang memaknai lain, yaitu tutur adilinuwih atau seribu nasihat yang adiluhung yang
dilambangkan dengan sembilan tumpeng.
d.
Upacara bubak kawak
Upacara ini khusus dilakukan untuk keluarga
yang baru pertama kali menikahkan anak perempuan sulungnya.ditandai dengan
membagi-bagikan harta benda berupa uang receh, beras kuning, umbi-umbian, dan
lain-lain.
e.
Tumplak punjen
Numplak
berarti menumpahkan, sedangkan punjen berarti berbeda beban di atas bahu. Jadi,
makna dari tumplak punjen adalah lepas sudah darma orang tua kepada anaknya.
Tata cara ini dilakukan pada keluarga yang tidak akan bermenantu lagi atau
semua anaknya sudah menikah.
f.
Sungkeman
Sungkeman
dilakukan sebagai ungkapan bakti kepada orang tua sekaligus meminta doa restu.
g.
Kirab
Kirab adalah
istilah yang digunakan untuk pengantin yang meninggalkan tempat duduknya untuk
berganti busana.
2.3 Proses Adat Kematian
1. Brobosan
Salah
satu upacara tradisional dalam adat istiadat kematian jawa adalah upacara Brobosan. Upacara Brobosan ini bertujuan untuk menunjukkan penghormatan dari sanak
keluarga kepada orang tua dan leluhur mereka yang telah meninggal dunia. Upacara
Brobosan diselenggarakan di halaman
rumah orang yang meninggal, sebelum dimakamkan, dan dipimpin oleh anggota
keluarga yang paling tua. Tradisi Brobosan
dilangsungkan secara berurutan sebagai berikut:
a.
Peti
mati dibawa keluar menuju ke halaman rumah dan dijunjung tinggi ke atas setelah
upacara doa kematian selesai.
b.
Anak
laki-laki tertua, anak perempuan, cucu laki-laki dan cucu perempuan, berjalan
berurutan melewati peti mati yang berada di atas mereka (mrobos) selama tiga kali dan searah jarum jam.
c.
Urutan
selalu diawali dari anak laki-laki tertua dan keluarga inti berada di urutan
pertama, anak yang lebih muda beserta keluarganya mengikuti di belakang.
2.
Nelung Dina
Adalah
upacara doa atau tahlilan yang diselenggarakan pada ke-tiga hari dari hari
kematian. Dilaksanakan secara individu atau berkelompok untuk memperingati
kematian seseorang. Setelah tahlilan biasanya diadakan acara makan bersama yang
telah disediakan oleh tuan rumah. Kadang-kadang, sebelum atau sesudah selaatan
dilaksanakan, sanak keluarga dapat mengunjungi makam saudara mereka.
3.
Mitung Dina
Diselenggarakan pada hari ke-tujuh dari hari kematian.
4.
Matang Puluh
Diselenggarakan
pada hari ke-empat puluh dari hari kematian, dan
5.
Nyatus Dina
Diselenggarakan
pada hari ke-seratus dari hari kematian.
6.
Kematian Mendhak
Upacara
tradisional ini dilaksanakan tiga kali dalam seribu hari setelah hari kematian:
pertama disebut Mendhak Pisan,
upacara untuk memperingati satu tahun kematian (365 hari); kedua disebut Mendhak Pindho sebagai upacara
peringatan dua tahun kematian; ketiga disebut sebagai Mendhak Telu atau Pungkasan
atau Nyewu Dina, yang dilaksanakan pada hari ke seribu setelah kematian. Menurut
kepercayaan Jawa, setelah satu tahun kematian, arwah dari saudara yang
diperingati kematiannya tersebut telah memasuki dunia abadi untuk selamanya.
Menurut kepercayaan juga, untuk memasuki dunia abadi tersebut, arwah harus
melalui jalan yang sangat panjang; oleh karena itu penting sekali diadakannya
beberapa upacara untuk menemani perjalanan sang arwah.
7.
Upacara nyewu
dina
Inti
dari upacara ini memohon pengampunan kepada Tuhan. Perlengkapan upacara: –
Golongan bangsawan: takir pentang yang berisi lauk, nasi asahan, ketan kolak,
apem, bunga telon ditempatkan distoples dan diberi air, memotong kambing,
dara/merpati, bebek/itik, dan pelepasan burung merpati. – Golongan rakyat
biasa: nasi ambengan, nasi gurih, ketan kolak, apem, ingkung ayam, nasi golong
dan bunga yang dimasukan dalam lodong serta kemenyan.Upacara tersebut diadakan
setelah maghrib dan diikuti oleh keluarga, ulama, tetangga dan relasi.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan mengenai tradisi adat istiadat suku Jawa Tengah dapat disimpulkan
bahwa:
1.
Proses
kelahiran dari adat Jawa Tengah sebagai berikut.
a)
Tujuh
bulanan
b)
Selamatan
saat bayi lahir (brokohan)
c)
Tedak-sinten
2.
Proses
pernikaan dari adat Jawa Tengah sebagai berikut.
a)
Tahap
pembicaraan
b)
Tahap
kesaksian, meliputi: srah-srahan, peningset, asok tukon, gethok dina
c) Tahap siaga, meliputi: sedhahan,kumbakarna, jenggolan/jonggolan
d) i Tahap
rangkaian upacara, meliputi: pasang
tarub, kembar mayang, pasren tuwuhan.Yang diawali dengan: upacara siraman, adol dhawet, upacara midodareni, nyantri.
e) Tahap inti acara, meliputi: upacara ijab, panggin, bubak kawak, tumplak punjen,
sungkeman, kirab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar